Para Penghibur juga perlu Dihibur
Seperti dilantunkan oleh dewa yang menguasai bumi ini dekade 90an, serve the servants. Pelayanpun perlu pelayanan. Begitu juga para artis dan penghibur yang selama ini kita temui selalu bergembira dan bercanda di layar gelas dan layar lebar.
Saya ingat berita meninggalnya Robin Williams beberapa tahun lalu. Ia adalah salah satu komedian, artis, bintang film yang telah menginspirasi dan menghibur milyaran penduduk dunia. Pria yang pernah menjadi seorang dokter yang ceria dan bahkan menggratiskan layanan kesehatan di rumah sakitnya di Patch Adams. Aktor yang memerankan seorang psikiater hangat yang mampu meluluhlantakkan ego seorang jenius menyebalkan di Good Will Hunting. Seorang guru penuh semangat dan menyuntikkan energi positif kepada murid-muridnya untuk mencintai sastra di Dead Poets Society. Tak lengkap menjadi penghibur di Amerika Serikat jika belum berdiri di atas panggung standup comedy. Sang pemenang Oscar inipun juga dikenal sebagai standup comedian andal.
Sepertinya nampak bahwa hidup beliau ini baik-baik saja, kaya, penuh canda tawa, bahagia, dan menyenangkan. Tetapi kenyataannya berbeda. Karir pria kelahiran Chicago ini dibayang-bayangi obat terlarang. Dia juga mengakui dengan terbuka bahwa ia selama ini berjuang melawan kecanduannya dengan kokain dan alkohol. Hingga akhir hidupnya, pria berwajah jenaka inipun menyukai kehidupan gemerlap pesta.
Tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Para pelawak kita juga akrab dengan obat-obatan terlarang. Tak hanya di Indonesia, di mana-mana juga sama. Di daftar 11 komedian terkenal yang mati muda ini, lebih dari separuhnya meninggal karena obat-obatan terlarang.
Saya selalu berpendapat bahwa manusia memerlukan duka dan kesedihan sebagaimana kita membutuhkan tawa dan kegembiraan. Para penghibur ini dituntut untuk menghibur orang lain tanpa peduli bahwa, mungkin, sebenarnya mereka sedang bersedih. Apalagi jika mereka adalah pengisi acara live di stasiun televisi seperti Facebookers, Opera van Java, Inbox, dan sejenisnya.
Logika saya seperti ini; jika para pelawak ini bisa memberikan hiburan yang luar biasa dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat, kenapa ia harus repot-repot menghibur dirinya sendiri dengan obat-obatan dan alkohol? Ya, karena mereka perlu tampil bahagia bahkan saat mereka sebenarnya sedang sedih.
Jadi jika anda sedang bersedih, bergembiralah karena anda masih manusia biasa yang masih berkesempatan untuk sedih. Tidak usah memakai narkotik untuk menghilangkan kesedihan karena barang berbahaya itu sama sekali tidak keren.
Betul, saya tahu para anggota The Beatles juga pernah memakai narkotik. Saya juga tidak akan memakai argumentasi agama karena itu termasuk logical fallacies. Alasan saya untuk mendorong anda menghindari narkotik sederhana sekali: apakah anda ingin termasuk golongan yang sama dengan Andika Kangen Band?