Onde-Onde yang Akan Terus Menggelinding
4 Januari 2024. Hari ini terasa panjang. Sedari pagi, saya sudah mengantre di Satpas SIM Semarang. SIM saya beberapa hari mendatang akan kedaluwarsa. Sebelumnya, ia beralamat di Kabupaten Blitar. Saat pindah ke Semarang, saya tidak serta merta mengurus perubahan data di SIM itu hingga mendekati masa ajalnya. Alasannya sederhana saja sih; siapa juga yang senang berurusan dengan hal-hal administratif seperti ini?
Sedari 8.30 saya berada di lokasi. Setelah menghadapi serangkaian tes kesehatan dan psikologi yang sangat panjang dan komprehensif (wink), saya menghadapi tes yang sebenarnya: tes kesabaran menunggu perubahan data di SIM saya yang baru. Sejak sekitar jam 9, saya menanti panggilan untuk foto dan perubahan data.
Ruangan itu dipenuhi orang. Duduk di dekat saya tiga orang yang tidak bisa berbahasa Indonesia ditemani seorang penerjemah. Saya menduga mereka ini adalah para TKA. Mereka berbincang lantang dalam bahasa asing. Sesekali terdengar suara musik nyaring dari hp masing-masing. Saya sedikit gusar karena suara panggilan dari petugas yang tidak cukup lantang ini masih harus bersaing suara yang mereka hasilkan. Saya sempat mengintip isi hp salah satu dari mereka. Ia menonton rekaman proses peleburan besi di suatu pabrik. Nah, itulah alasan saya menduga mereka adalah TKA.
Sejam berlalu dengan sangat lambat. Karena bosan menunggu, tentu hp saya jadikan pelarian. Terlihat ada notifikasi dari grup WhatsApp kelas S1. Teman-teman, saat kita sudah cukup tua, notifikasi dari grup kelas itu biasanya memiliki dua makna: kabar gembira atau berita duka. Sayangnya, pagi ini notifikasi itu membawa berita duka. Taufan Hendro Baskoro, SS. meninggal dunia.
*************
Sebagai penghormatan, namanya akan disebut dalam tulisan ini menggunakan cara ia menyebut namanya sendiri: Taufan Hendro Baskoro, SS. Saya tahu ia punya gelar S2 dari Amerika, namun saya takkan lupa cara ia membanggakan gelar SS-nya. Setidaknya itu yang saya ingat dari interaksi kami antara 2008-2011. Cara penggunaannya seperti berikut:
AW: “Wah pak, sampeyan kok bisa hafal nama dewa-dewa Yunani sih?”
THB: “Lhooo, Taufan Hendro Baskoro, SS. kok.” (diucapkan dengan sedikit kesombongan)
Sebelum berubah nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya, Program Bahasa dan Sastra (Bastra) Universitas Brawijaya adalah kampus kecil yang nyaris semua penghuninya saling kenal. Saya memang tidak pernah diajar Taufan Hendro Baskoro, SS., karena saat ia mulai mengajar, saya sudah semester 6 atau 7. Entah karena aturan atau ketidaksengajaan, setiap dosen baru biasanya mengajar mata kuliah kemampuan dasar, seperti Structure, Listening, Speaking, atau Writing. Namun demikian, kami akhirnya saling mengenal dan sering berdiskusi.
Saya ingat Taufan Hendro Baskoro, SS. berhasil mempertahankan rambut gondrongnya di saat kampus mulai menekankan pada dosen-dosen pria agar “menjaga kerapian rambut.” Sepertinya, kecerdasannya ditambah berbagai inovasi yang ia lakukan dalam pembelajaran berhasil mem-fait accompli dekanat. Salah satu karyanya adalah gerakan serupa senam yang bisa dipakai untuk membantu mengingat deretan kata kerja yang diikuti gerund.
Tidak itu saja. Dengan kemampuannya bermain gitar, ia mampu membuat lagu dengan lirik berisi nama-nama raja dan ratu Inggris dari awal hingga almarhumah Ratu Elizabeth. Kalau teman-teman pernah lihat pose orang bermain gitar di sampul buku-buku cara bermain gitar klasik yang beredar di tahun 90an, seperti itulah caranya memainkan gitar. Ia selalu menempatkan lekukan gitar di atas paha kirinya dengan posisi setang pada sudut 45 derajat. Sungguh posisi yang klasik.
Darinya saya belajar tentang cara mengajar dengan menggunakan metode menghafal jembatan keledai. Saat pertama melamar posisi pengajar di salah satu kampus swasta di Malang, waktu tes microteaching, saya mempraktikkan metode yang ia ajarkan. Ia pernah memberikan cara menghafal preposition of time untuk day dan date yang berupa on. Nah, agar selalu teringat, gunakanlah kata onde-onde yang terbentuk dari on+day-on+date. Metode ini begitu membekas karena kebetulan saya suka makan onde-onde. Cara mengingat yang ia ajarkan ini juga membuat saya hafal besaran UMR Malang tahun 2009 saat menghadapi proses wawancara di pekerjaan tersebut. Mungkin dua hal ini membuat para perekrut cukup terpukau sehingga mereka tergerak untuk memperkerjakan saya yang memiliki IPK sebatas 3,16 sebagai instruktur Bahasa Inggris untuk keperluan khusus (ESP-English for Specific Purposes). Hingga saat ini, saya pastikan onde-onde ini akan terus menggelinding karena saya tetap menggunakannya ketika mengajarkan preposition of time.
Saat membuat tulisan ini, saya jadi merasa punya banyak sekali utang budi pada Taufan Hendro Baskoro, SS. Sekitar tahun 2008, ia mengajar menggunakan salindia berisi ilustrasi kartun dirinya sendiri karya Miko, seseorang yang juga unik. Sebagai gambaran, avatar dirinya ini mirip karakter Dr. Slump karena mereka berdua memiliki raut muka jenaka. Saat mulai mengajar di tahun 2009, saya juga pesan avatar serupa pada orang yang sama. Bedanya, si Miko ini membuat avatar saya kalau tidak bermuka mesum ya marah-marah. Menyebalkan sekali.
Taufan Hendro Baskoro, SS. juga mengenalkan saya pada metode mindmap. Secara spesifik, ia mengajarkan untuk menggunakan metode Tony Buzan. Mindmap ini hingga hari ini masih sering saya gunakan. Dulu waktu aktif di Standup Indo Malang, saya juga beberapa kali mengajarkan metode ini sebagai salah satu cara untuk menggali materi komedi.
*************
Selamat jalan, Pak. Dalam beberapa waktu ke depan, saya berencana makan sepiring Indomie Goreng dan minum segelas Kopi Ya! SP untuk mengenang masa-masa bergadang di Singosari. Oh ya, tentu saja ditambah beberapa gelinding onde-onde. Mohon maaf atas segala salah dan kesalahpahaman.